Pengikut

PENINGKATAN KUALITAS GURUMELALUI PENDIDIKAN


PENINGKATAN KUALITAS GURUMELALUI PENDIDIKAN (Kajian Kritis Terhadap Pendidikan dan Sertifikasi Guru)

Oleh : Aam Imaddudin, M.Pd



A.      Dasar Pemikiran
Pertumbuhan sebuah negara dapat dilihat dari salah satu indikator pendukungnya yaitu pendidikan. Tingkat keterdidikan sebuah bangsa adalah sebuah cerminan peradaban bangsa tersebut. Undang-undang dasar 1945 telah mengamanatkan kepada  Pemerintah Republik Indonesia untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan menjadi salah satu amanat penting undang-undang yang harus dilaksanakan sebagai dasar pengembangan masyarakat yang sejahtera dan mandiri, melalui pendidikan, manusia Indonesia diharapkan menjadi manusia-manusia unggul sebagaimana dinyatakan dalam tujuan pendidikan nasional sebagai berikut :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Th 2003).
  
Banyak komponen yang harus dipersiapkan untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut, Badan Standar Nasional Pendidikan (Djaali, 2007:2) mengemukakan delapan standar pendidikan yang harus dipenuhi untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, delapan standar nasional pendidikan yang dimaksud meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Salah satu komponen standar yang bersentuhan langsung dengan proses pendidikan adalah guru dan tenaga kependidikan lainnya, peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan, guru menjadi salah satu komponen utama dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri

Upaya pemerintah dalam mempersiapkan guru dan tenaga kependidikan sudah sejak dulu dilakukan, dulu dikenal ada istilah SPG, SGO, PGA dan sekolah keguruan lainnya yang diorientasikan untuk mempersiapkan guru, dan dalam perjalannya sekolah-sekolah guru dilebur menjadi sekolah menengah atas dan untuk mempersiapkan para guru diselenggarakan melalui perguruan tinggi. Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah dalam peningkatan kualitas tenaga pendidik adalah dengan menerbitkan undang-undang dan peraturan yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan dan kinerja tenaga pendidik. Peraturan-peraturan tersebut diantaranya adalah Undang-undang no.14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, permen no.74 tahun 2008 Tentang Guru, Permen no.39 tahun 2009 tentang  pemenuhan beban kerja guru dan pengawas satuan pendidikan Permen no.41 tahun 2009 tentang tunjangan profesi guru dan dosen, tunjangan khusus guru dan dosen, dan tunjangan kehormatan guru besar.

Undang-undang dan peraturan yang ditetapkan berkonsekuensi pada proses peningkatan kualitas konselor baik melalui pendidikan, sertifikasi, pelatihan, serta proses lainnya yang dapat meningkatkan kualitas dan kinerja konselor. Secara spesifik pendidikan guru dan tenaga kependidikan harus benar-benar diperhatikan, karena praktek pendidikan sejatinya adalah praktik profesional yang harus diampu oleh tenaga-tenaga yang profesional sebagai bentuk tanggung jawab dan jaminan kualitas bagi masyarakat.

Jika dibandingkan dengan profesi lain, profesi guru belum kokoh dalam berbagai hal, dimulai dari proses persiapan dan pendidikan guru, sistem seleksi guru, tunjangan profesi, dan aspek-aspek lain yang terkait dengan eksistensi sebuah profesi. Satu permasalahan yang dijadikan fokus dalam kajian ini adalah pendidikan guru. Sampai saat ini, pendidikan guru diselenggarakan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan yang menurut H. Tila’ar (Murni Ramli, 2007) pendidikan guru saat ini cenderung mengalami generalisasi, dari pendidikan yang khusus ditujukan kepada siapa saja yang berkeinginan menjadi guru, menjadi model pendidikan yang umum.

Ditambah dengan berubahnya status sejumlah LPTK menjadi universitas yang membawa konsekuensi lain bagi perkembangan pendidikan guru di Indonesia. Jika tidak dicermati dan disikapi dengan tepat, maka kedepan bukan tidak menutup kemungkinan menjadi ancaman bagi profesi guru, karena dengan digeneralisirnya model pendidikan guru maka akan membuka peluang bagi pihak lain untuk bisa masuk ke dalam profesi guru.

B.  Potret Pendidikan Guru dalam Perkembanan Pendidikan di Indonesia

Pendidikan guru bukan lagi sesuatu yang baru dalam praktik pendidikan di Indonesia. Terhitung sebelum kemerdekaan hingga setelah masa kemerdekaan telah dikembangkan model-model pendidikan guru yang secara spesifik diselenggarakan untuk jenjang pendidikan yang akan diampu oleh para lulusannya. Peta perkembangan model pendidikan guru dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1
Peta Perkembangan Pendidikan Guru di Indonesia

Type of Teacher Education
Teacher for
Period of study
Additional information
Sekolah Guru C (Teacher School C)
Sekolah Rakyat or SR(Citizenry school)
SD +2 (elementary school +2 years = 8 years)
Protested by PGRI (Indonesia Teacher Union), been abolished
Sekolah Guru B or SGB (Teacher School B)
SR (Citizenry school)
SD +4 (ES + 4 years = 10 years)
1961 become SPG (Teacher Education School)
Sekolah Guru A (Teacher School A)
SR
SD +6 = 12 years
become SPG but since 1989 be abolished
Kursus Pengajar untuk Kursus Pengantar ke Kewajiban Belajar or KPKPKB (Course for preparing teachers for compulsory education)
Sekolah Dasar or SD (elementary school)
SD + 1 = 7 years
protested by PGRI, be integrated to SGB
Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama or PGSLP (Teacher Education for Junior High School’s Teacher)
SM (Sekolah Menengah)(secondary education)
Sekolah Menengah Pertama or SMP + 2 (junior high school + 2 years= 5 years)

Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak or SGTK (Teacher Education for Kindergarten’s Teacher)
TK (Taman Kanak-Kanak) (Kindergarten)
SMP +3 = 6 years

PGPLB (Teacher Education for Special Education’s Teacher)
Sekolah Dasar Luar Biasa or SD-LB (Special Education -Elementary School)
SMP + 3
Became Sekolah Pendidikan Guru or SPG (Teacher Education Secondary School) in 1961, and gradually being abolished and changed into Sekolah Menengah Atas or SMA (Senior High School)
Sekolah Guru Kependidikan Putri or SGKP(Teacher Education for Girl’s Education Teacher)
SKP (Girl’s Education School)
SM + 3
Sekolah Guru Pendidikan Teknik or SGPT (Teacher Education for Technique School’s Teacher)
Sekolah Teknik or ST (Technique School)
SMP + 3
Kursus B-I (Subject Course for Junior High School Teacher)
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama or SLTP(Junior High School)
SLTA + 3 = 6 years
merged to IKIP/FKIP (Teacher Education Institution) in 1963
Kursus B-II(Subject Course for Senior High School Teacher)
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas or SLTA(Senior High School)
B-I + 2
merged to IKIP/FKIP (Teacher Education Institution) in 1963
Perguruan Tinggi Pendidikan Guru or PTPG (Teacher Training College)
SLTA
SLTA + 5
According to Higher Education Law no 22/1961, it became IKIP
Fakultas Keguruan dan Ilmu Kependidikan or FKIP (Faculty of Teaching and Educational Sciences)
SLTA
SLTA + 5
still available
Institut Keguruan dan Imu Kependidikan or IKIP (Institute of Teaching and Educational Sciences)
SLTA
SLTA + 5
According to President *Decree no 93/1999 , all IKIP became national university with various faculties
Higher Teacher Education (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan or LPTK)
All primary and secondary educational level’s teacher
SMA + 5(Senior High School)
Assign higher education which offers teacher education program.The institution candidates will be announced by the MONE in July 2007
  Sumber : H. Tila’ar (Murni Ramli, 2007).


Peta perkembangan model pendidikan guru di atas menunjukan perubahan pola pendidikan guru dari yang bersifat khusus menjadi pendidikan guru yang bersifat umum. Artinya dulu setiap pendidikan guru diperuntukan untuk jenjang yang khusus, seperti SGC dan PGSLP masing-masing lulusannya diberikan kewenangan mengajar pada jenjang yang sesuai dengan pendidikan guru yang diperoleh. Namun saat ini, pendidikan guru diselenggarakan dengan pola yang lebih umum, lulusan yang dihasilkan oleh LPTK memiliki kewenangan menjadi guru di jenjang SLTP atau SLTA kecuali untuk program studi PGTK dan PGSD, karena kedua prodi ini secara spesifik dipersiapkan untuk mengajar di tingkat TK dan SD.

Bergesernya pola pendidikan guru dari yang bersifat khusus menjadi pendidikan guru yang bersifat lebih umum, membuka peluang masuk-masuknya guru-guru yang berlatar belakang non-pendidikan dengan cara yang cukup mudah yaitu dengan mengikuti akta mengajar atau dengan mengikuti pendidikan profesi keguruan. Pada kenyataannya saat ini banyak guru-guru yang bukan berlatar pendidikan guru, artinya hal ini merupakan ancaman terhadap jaminan kualitas layanan pendidikan yang akan didapatkan oleh masyarakat.

C.      Hakikat Pendidikan Guru dan Upaya Peningkatan Profesionalitas Guru

Bigs & Blocher (Suherman, 2003:84) memaparkan tiga komponen yang harus dimiliki oleh sebuah profesi untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat (Public Trust), yaitu : 1). memiliki kompetensi dan keahlian yang disiapkan melalui pendidikan dan latihan khusus, 2). ada perangkat aturan untuk mengatur perilaku profesional dan melindungi kesejahteraan publik, 3). para anggota profesi akan bekerja dan memberikan layanan dengan berpegang teguh pada standar profesi.

Profesionalitas tenaga kependidikan dapat diperoleh melalui proses pendidikan guru dan sertifikasi. Pendidikan guru merupakan proses persiapan, pembinaan, dan pemantapan sejumlah kompetensi yang harus dikuasai sebagai seorang guru atau tenaga kependidikan. Sedangkan sertifikasi merupakan proses uji kemampuan dan kompetensi seseorang dalam bidang tertentu, sehingga orang tersebut dapat dikatakan layak memiliki kewenangan untuk melakukan layanan di bidang pendidikan.

Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru (Ani M.Hasan, 2003).

Fullan (1991:289) mengemukan hakikat dari pendidikan guru dengan menitik beratkan pada dua hal yaitu; 1). Teacher education, or teacher as learner, from day one, must be thought of as a career-long proposition. Teacher education or teacher development is a continuum of learning. 2). Teacher development and school development must go hand in hand. You can’nt have one without the other. Dari pernyataan tersebut dapat  dipahami bahwa pendidikan guru harus dimaknai sebagai bagian dari pengembangan karir dan sebuah kontinum proses pembelajaran bagi guru, sehingga guru tidak menjadi individu yang statis dan tidak peka terhadap perubahan zaman.

Pendidikan guru bukan hanya tugas satu pihak saja, tapi harus merupakan kesadaran bersama dari berbagai pihak seperti pemerintah sebagai pemegang kebijakan pendidikan, organisasi profesi sebagai wadah pengembangan dan pengawasan praktik profesi, perguruan tinggi sebagai wahana pembinaan, pembentukan serta penelitian dan pengembangan, dan tentunya kesadaran dari guru sebagai sasaran dari pendidikan guru menjadi penting adanya.

Pendidikan guru dalam perkembangan pendidikan di Indonesia pada saat ini diarahkan sebagai bentuk tafsiran terhadap undang-undang sistem pendidikan nasional Nomor 20 Tahun 2003 dalam Bab XI, Pasal 39, ayat 2 yang menyatakan bahwa pendidik merupakan tenaga profesional. Hal ini dipertegas kembali dengan diterbitkannya peraturan menteri pendidikan nasional Nomor 16 Tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru yang  meliputi guru TK/RA, Guru SD/MI, Guru SMP/MTs, Guru SMA/MA dan Guru SMK/MAK untuk kelompok mata pelajaran normatif dan adaptif. Dengan kata lain, hakikat dari pendidikan guru adalah sebagai salah satu tahap mempersiapkan guru profesional yang memiliki standar kompetensi minimal sehingga dapat diuji melalui proses sertifikasi.

Pencapaian standar kualifikasi akademik dan penguasaan kompetensi guru dibuktikan melalui sertifikat profesi guru yang diperoleh melalui program sertifikasi. Dengan kata lain, sertifikasi adalah proses untuk mengukur dan menilai pencapaian kualifikasi akademik dan kompetensi minimal yang dicapai oleh seorang guru. Guru profesional yang memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi yang memenuhi standar akan mampu mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Oleh karena itu, program sertifikasi merupakan salah satu program utama untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional (Dja’ali, 2007).
Bagan 2.1
Konstelasi Mutu Pendidikan
(Buletin BSNP Vol. II/No. 2/Mei 2007)


D.    Kritik Terhadap Pendidikan Guru
Pendidikan di Indonesia saat ini mengalami banyak perubahan, baik secara positif maupun negatif. Tantangan zaman menuntut semua untuk terus meningkatkan kualitas, termasuk pendidikan. Hal ini yang melandasi pengembangan berbagai standar pendidikan dalam berbagai hal.

Namun itu semua belum membuat pendidikan di Indonesia menjadi lebih baik, hal ini menurut Nasanius (Ani M.Hasan, 2003) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru.

Akadum (1999) mengemukakan lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsinya PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara maksimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya.  Dari lima penyebab rendahnya profesionalisme guru dapat ditelusuri apa yang menyebabkan munculnya permasalahan tersebut adalah berawal dari sistem pendidikan yang menyiapkan tenaga guru profesional.

Beberapa hal yang perlu di kritisi terkait dengan pendidikan guru, pertama sistem seleksi calon guru melalui LPTK. Sistem yang digunakan sangat umum sekali, artinya siapa pun boleh dan bisa masuk kedalam pendidikan guru di LPTK-LPTK tanpa memperdulikan tingkat motivasi dan minat terhadap praktek pendidikan, profil psikologis yang sesuai dengan tuntutan seorang guru, dan kemampuan-kemampuan dasar sebagai seorang guru, sebagai contoh kemampuan komunikasi dan sosialisasi.

Kedua, proses pendidikan guru yang diselenggaran oleh LPTK belum spesifik untuk jenjang mana lulusan diperuntukan, selain itu proporsi kajian teoritis dan praktis belum berimbang, sehingga lulusan LPTK terkadang masih terlihat gagap ketika dihadapkan secara langsung dalam proses pendidikan yang nyata.

Dari masalah-masalah di atas seharusnya bisa dicermati apa sesungguhnya yang menjadi akar permasalahan lambannya perkembangan pendidikan di Indonesia, dan hal ini harus menjadi perhatian bagi komponen-komponen yang terkait dengan peningkatan kualitas pendidikan dan tenaga kependidikan.

E.       Simpulan

Dari kajian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Pendidikan guru merupakan proses persiapan, pembinaan guru untuk bisa menguasai standar kompetensi minimal yang memungkinkan guru memberikan layanan profesional.
2.      Pendidikan guru dimaknai sebagai sebuah kontinum perkembangan karir guru, dengan pendidikan dan pelatihan guru bisa terus mengembangkan diri dan meningkatkan profesionalitas diri.
3.      Pendidikan guru menuntut kerjasama dari berbagai komponen seperti pemerintah, organisasi profesi dan perguruan tinggi.
4.      Profesionalitas guru menjadi salah satu faktor menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia.
5.      Rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh sistem pendidikan guru yang telah ada saat ini.
 


DAFTAR PUSTAKA

Ani M. Hasan.(2003). Pengembangan Profesionalisme Guru di Abad Pengetahuan. Tersedia di : www.pendidikan network.com. [10112009]

 

Djaali. (2007). Peningkatan Mutu Pendidikan Nasional Melalui Program Sertifikasi. Buletin BSNP Vol. II/No. 2/Mei 2007

Fullan, Michael G. (1991). The New Meaning of Educational Change. 2nd edition. New York : Teacher College Press.

 

Imam Wibawa Mukti. (2008). Profesionalisme Guru, Siapa yang Punya?. Tersedia di : www.pendidikan network.com. [10112009]

 

Murni Ramli. (2007). Pendidikan Guru Yang Semakin Tak Mengarah Kepada Keguruan. Online tersedia di : www.berguru.com/wordpress. [10112009]

 

Suherman, Uman. 2003. Kompetensi Dan Aspek Etik Profesional Konselor Masa Depan. (Kumpulan Makalah Konvensi ABKIN XIII)

Triyo Supriyatno.(2009). Hakikat Profesionalisme Guru. Tersedia di : www.koranpendidikan.com. Online [10112009]

 

p1